Graha Cendekia al-Karomah

Haid bagi Wanita yang sudah punya kebiasaan (Adat)

 Oleh : Diah Ayuni

(Mahasiswa UIN Gud Dur Pekalongan)

Haid
adalah darah yang keluar dari farji perempuan bukan karena luka atau
semacamnya. Ketentuan hukum darah itu haid tidak hanya sekedar warna, sifat dan
kuatnya darah yang keluar. Sebab kuat atau tidaknya darah haid hanya untuk
menentukan darah haid tatkala wanita mengalami istikhadoh, yaitu darah yang
keluar lebih dari 15 hari 15 malam. Dengan demikian, meskipun warna dan sifat
darah berubah-ubah kalau dalam batasan hari haid maka tetap dihukumi haid.

Wanita
yang sudah pernah mengalami haid pasti memiliki hari-hari tertentu pada setiap
bulannya untuk menjalani masa haid. Dalam Hukum Islam (Fiqh) diistilah
sebagai Wanita yang beradat. Ketika wanita dalam masa haid maka wajib
baginya meninggalkan beberapa ritual ibadah, seperti shalat, puasa atau
sebagainya. Apabila dia melihat darah yang berwarna kekuning-kuningan atau
berwarna keruh setelah hari-hari haidnya tersebut, maka ia tidak perlu
menghitungnya sebagai darah haid. Hal ini sesuai dengan ucapan Ummu Athiyyah

ูƒู†ุง ู„ุง ู†ุนุฏ ุงู„ุตูุฑุฉ ุงูˆ
ุงู„ูƒุฏุฑุฉ ุจุนุฏ ุงู„ุทู‡ุงุฑุฉ ุดูŠุฆุง

Terjemahan

โ€œKami tidak memperhitungkan
sama sekali darah yang berwarna kekuning-kuningan atau yang berwarna keruh
setelah lewat masa bersuci
.โ€

Dijelaskan bahwa cairan yang berwarna coklat atau
kekuning-kuningan dianggap sebagai haid jika terlihat pada masa haid. Namun
jika terlihat selain pada hari-hari haid maka cairan ini tidak dihukumi atau
tidak dihitung haid. Darah tersebut termasuk sebagai darah Istikhadloh.

Haid dihukumi berhenti bila seandainya diusap
menggunakan kapas sudah tidak ada cairan yang sesuai sifat dan warna darah
(hanya berupa cairan bening) selama 24 jam. Namun, jika masih ada cairan yang berwarna
kuning dan keruh masih terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama.

Wanita yang darahnya berhenti dan memiliki kebiasaan keluar
lagi sesuai adat bulan sebelumnya, Ulama madzhab Syafi’i berbeda pendapat

1.     
Meenurut Imam
ar-Rofi’i, tidak wajib baginya untuk melakukan thoharoh dan sholat setiap terhentinya
darah, cukup menunggu sampai pada kebiasaan berhentinya haid.

2.     
Menurut Imam
an-Nawawi, wajib baginya melakukan thoharoh dan sholat setiap kali darah
terhenti

Menurut beberapa ulama bahwa wanita yang mengalami
haid melebihi hari yang biasa dijalani setiap bulannya, maka hendaklah ia
bersuci selama tiga hari kemudian melakukan mandi serta mengerjakan sholat,
selama darah yang keluar tidak melebihi lima belas hari. Jika melebihi lima
belas hari maka hal ini disebut sebagai istikhadoh, yang menjadikan orang yang
mengalaminya tidak perlu bersuci terlebih dahulu tetapi mandi dan kemudian
melaksanakan shalat. Darah yang keluar melebihi kebiasaan masa haid itu tidak
harus meninggalkan shalat karenanya kecuali jika terjadinya berulang-ulang
sampai dua atau tiga kali, sehingga masa itu berubah menjadi masa istikhadoh
pendapat ini lebih jelas dan kuat.

Cairan
yang keluar dari balik liang farji atau anggota farji bagian dalam yang tidak
terjangkau penis saat bersenggama dan berwarna kuning atau keruh, kental, agak
tebal dan memanjang hukumnya najis dan membatalkan wudhu, sebab keluar dari tubuh.
Jika cairan yang keluar dari anggota farji yang tidak wajib dibasuh ketika istinja
dan masih terjangkau penis saat bersenggama maka hukumnya suci menurut pendapat
yang kuat dan membatalkan wudhu. Cairan pada umumnya seperti keringat, bertekstur
tipis dan tidak tebal, keluar dari anggota farji yang tampak ketika jongkok
maka hukumnya suci dan tidak membatalkan wudhu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *