Graha Cendekia al-Karomah

Melahirkan tanpa berdarah? Begini penjelasannya

Melahirkan merupakan sebuah kebanggaan bagi para perempuan, bahkan mereka menaru nyawanya untuk proses ini. Selain kebanggan tersebut, melahirkan juga menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi pasangan suami istri karena klan mereka ada yang meneruskan. Umumnya, kelahiran diiringi dengan keluarnya darah yang disebut sebagai darah nifas. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa proses melahirkan tidak diiringi dengan keluarnya darah. Hal itu sebenarnya disadari para ulama dengan memberikan batasan minimal darah nifas adalah satu tetes. Oleh karena itu, bagaimana jika hal itu terjadi bagi perempuan yang melahirkan dan pandangan fiqhnya? berikut uraiannya.

Penulis: Sifa Fauziani

Apabila
Melahirkan tetapi Tidak Mengeluarkan Darah

Jika seorang wanita yang melahirkan dan
tidak melihat adanya darah setelah melahirkan maka wanita itu masih dalam
keadaan suci atau berarti tidak menjalani masa nifas.  Nifas adalah masa dimana keluarnya darah
setelah melahirkan. Ibnu Hajar
Al-Haitsami berkata, “Siapa yang melahirkan dan tidak mendapatkan darah,
maka tidak dia tidak dianggap nifas sama sekali. Jika dia mandi, maka hukumnya
seperti wanita suci dalam segala hal.”

Sebelum melahirkan biasanya seorang wanita
akan mengalami kontraksi yang menyebab kan keluarnya lendir bercampur darah
dari vagina. Jadi seharusnya memang akan ada darah yang keluar sebelum
persalinan terjadi. Jika darah tidak keluar pada saat persalinan, maka hal
tersebut dikarenakan darah itu sudah muncul lebih awal atau sudah habis
terlebih dahulu sebelum persalinan yaitu saat terjadinya kontraksi.

Mengutip dalam buku Fiqih Wanita Syaikh
Kamil Muhammad Uwaidah bahwa wanita yang tidak menjalani masa nifas tetap wajib
melaksanakan mandi yaitu mandi wiladah setelah melahirkan.
Mandi Wiladah
berarti mandi yang wajib dilakukan seorang wanita setelah melahirkan bayinya.
Mandi Wiladah adalah salah satu cara mensucikan diri seorang wanita dari hadats
besar atau darah yang dikeluarkannya saat melahirkan.

Saat seorang wanita melahirkan ia juga akan mengeluarkan darah dan
janin. Berikut adalah niat mandi wiladah

ู†ูŽูˆูŽูŠู’ุชู
ุงู„ู’ุบูุณู’ู„ูŽ ู„ูุฑูŽูู’ุนู ุญูŽุฏูŽุซู ุงู„ู†ูู‘ููŽุงุณู ูู„ู„ู‡ู ุชูŽุนูŽุงู„ูŽู‰
 

Nawaitul
ghusla liraf’i hadatsin nifaasi lillahi Ta’aala.

Keluarnya bayi yang dikandungnya juga dianggap sebagai suatu
hadats sehingga seorang wanita wajib melakukan mandi wiladah. Hukumnya
sama
seperti hal nya kewajiban setelah melakukan hubungan suami istri meskipun tidak
mengeluarkan mani.

Apabila Suci Sebelum
Empat Puluh Hari

Apabila ada seorang yang suci dari nifas sebelum 40 hari maka
wanita tersebut boleh mandi nifas dan tetap shalat dan puasa, juga berhaji dan
umroh, begitu pula suami hukumnya boleh atau disunahkan menyetubuhi istrinya
ketika ia sudah suci dalam 40 hari tersebut. Karena jika berhubungan sebelum 40
hari dikhawatirkan akan wanita itu akan mengeluarkan darah kembali dan itu
terhitung dalam masa nifas. Sedangkan jika berhubungan suami istri dalam
keadaan nifas dan haid itu dilarang menurut Islam.

Pada dasarnya tidak ada ketentuan waktu minimal sucinya wanita dari darah
nifas. Oleh karenanya, kapanpun darah itu berhenti walaupun baru berjalan 7
hari atau 10 hari, atau bahkan lebih sebentar dari itu, maka dia dihukumi suci.
Jika darah muncul kembali selama 40 hari (setelah melahirkan), maka yang tepat,
darah yang muncul tersebut adalah darah nifas. Adapun puasa dan shalat yang ia
lakukan kala suci dahulu, begitu pula hajinya, semuanya dinilai sah. Dan tidak
perlu diulangi karena dahulu yang ia lakukan dalam keadaan suci.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *